Kaynel

Kaynel

Mentor & Design Graphics

Kaynel adalah admin yang menduduki posisi Design Graphics. Tugas Kaynel adalah membuat banner, template, iklan, serta sesuatu yang berhubungan dengan design.

Biodata
Umur : 14 tahun
Spesies : -
Planet : Wrazhen
Kekuatan : Hologram
Hobi : -
Motto : Seberat apapun beban hidupmu, teruslah berjuang
Media Sosial
Wattpad: Artara_ar
Instagram: mr_4rtara
Gemuruh suara mesin nyaring menyakitkan gendang telinganya. Darah panas mengalir disisi wajahnya. Kedua tangan yang kasar menggenggam erat-erat yoke kapal terbang yang terombang-ambing ditarik oleh gravitasi planet yang tidak ia ketahui.

Hingga pada saat kapal itu menabrak dan menyeret pada dataran kering dan tandus. Kedua pernak-pernik merah nya melirik pada kursi kokpit disebelahnya.

Tak terasa banyaknya waktu yang ia habiskan setara dengan darah yang mengalir dari tubuhnya. Ia menghabiskan tetes terakhirnya membawa satu-satunya darah daging yang ia miliki untuk pergi jauh dari ancaman yang akan membinasakan mereka.

Siapa sangka matahari terik akan membawakan seseorang. Debu pasir tandus yang terbawakan angin menghiasi surai merahnya, namun tatapan birunya menyambut damai dan membawa ketenangan.

Dengan hati-hati ia mengais seorang anak yang ia tidak tahu asalnya. Sebuah liontin perak menggantung dari leher kecilnya.

"Kayn.. Kaynel." Gumamnya membaca nama yang terukir pada benda berkilau itu.

▬▬ι═══════ﺤ

DUSH! PRANG! SHIING!

Suara pergesekan antara benda tajam terdengar keras. Seorang anak bersurai ungu tampak sedang mengasah kemampuan berpedangnya. Manik mata semerah darah itu tampak serius dengan lawan yang berada di hadapannya. Seorang pria dewasa bersurai merah itu berdiri tegap dengan pedang di tangan kanannya.

"Beristirahatlah, tubuhmu masih belum terlalu kuat." Ucap pria itu kepada anak yang berada di hadapannya.

Dengan nafasnya yang semakin menurun dikarenakan terlalu lelah, ia memegang pedangnya dengan kuat. "Kaynel… masih bisa!"

Terdengar helaan nafas yang dikeluarkan oleh pria bersurai merah. "Kita lanjutkan nanti, waktunya makan siang." Ujarnya. Ia memasukkan kembali pedangnya itu ke wadahnya dan berjalan menuju sebuah rumah.

Sedangkan anak yang menyebut dirinya dengan nama Kaynel itu kini terduduk di sebuah batu yang cukup besar, mengatur nafasnya yang hampir habis.

"Kalau begini terus, gimana aku bisa lindungin paman Hao. Ya… walaupun dia prajurit, tapikan siapa tau dia butuh pertolongan." Gumam anak itu, matanya kini menatap langit yang di terangi oleh sinar matahari.

Sudah 14 tahun dirinya tinggal bersama pria bernama Xu Haomeng. Haomeng menceritakan bahwa dirinya bukanlah penghuni asli dari planet bernama Wrazhen yang sedang mereka tinggali ini. Ia ditemukan dan di asuh saat ia masih bayi, itulah kenapa dirinya ingin berhutang budi dengan melindungi paman angkatnya itu.

'Siapa sebenarnya orang tua ku? Apakah mereka masih hidup?' Pikir Kaynel sambil terus memandangi langit berwarna merah itu.

Dari kejauhan Haomeng memperhatikan anak yang ia asuh sedari kecil itu sedang melamun sambil menatap langit. Segeralah ia menghampiri Kaynel dengan membawakan dua mangkuk berisikan sup.

"Kaynel?" Panggil Haomeng.

Seketika lamunan Kaynel buyar. Ia pun membalikkan tubuhnya, melihat pamannya yang sudah berdiri disampingnya.

"Woah, paman bawa sup wortel, ya!?" Seru anak itu saat mencium aroma masakkan yang dibuat oleh Haomeng.

"Seperti yang terlihat." Jawab Haomeng singkat. Ia memberikan semangkuk sup wortel itu kepada Kaynel.

Kaynel dengan senang hati mengambil mangkuk berisikan sup tersebut, kemudian ia segera memakannya dengan lahap.

▬▬ι═══════ﺤ

Selesai dengan acara makan siang. Kini keduanya hanya duduk di sebuah batu besar. Haomeng yang sibuk mengasah pedangnya, sedangkan Kaynel hanya memperhatikan kegiatan pamannya itu.

"Paman, paman." Panggil Kaynel.

Haomeng menoleh, dengan sebelah alisnya yang terangkat. "Ya?"

"Kayn masih bingung, kenapa clan disini itu saling bermusuhan?" Tanya anak itu sambil memiringkan kepalanya.

Haomeng meniup debu di pedangnya, "kamu masih terlalu kecil untuk memahami itu." Jawabnya.

Kaynel yang mendengar jawaban dari Haomeng itu merasa tidak terima. "Aku udah besar ya! Udah 14 tahun!" Serunya, kedua alisnya menekuk tajam dengan pipi yang ia gembungkan.

Haomeng hanya melirik Kaynel dan kembali mengasah pedangnya. "Sebaiknya kamu melatih kembali kemampuan berpedangmu, agar kamu bisa melindungi dirimu sendiri."

Kaynel hanya memeluk tubuhnya karena masih kesal dengan jawaban dari pria itu. Tak lama Haomeng bangkit dari duduknya sambil membawa pedang miliknya.

"Kita lanjutkan lagi." Ucap Haomeng.

▬▬ι═══════ﺤ

Hari demi Hari Kaynel melatih kemampuannya. Hingga akhirnya ia bisa menguasai kemampuan berpedangnya itu. Haomeng merasa bangga dengan pencapaian Kaynel yang mudah memahami dan beradaptasi dengan cepat, walaupun tubuh Kaynel masih tidak terlalu cukup kuat, namun setidaknya Kaynel masih bisa melindungi dirinya sendiri.

Lalu, hari pun berganti menjadi malam. Suasana malam yang sunyi dan gelap terasa mencekam, bahkan lebih mencekam dari malam malam biasanya.

Suara derapan kaki terdengar cukup jelas. Dan terlihatlah sekumpulan orang yang memakai pakaian seperti prajurit. Sekumpulan orang itu kini bergerak menuju ke rumah dimana Haomeng dan Kaynel tinggal.

SRAK! SRAAK!-

Haomeng terbangun dari tidurnya saat mendengar suara asing tersebut. Ia melihat Kaynel yang masih tertidur pulas. Perlahan ia bangkit dan berjalan menuju pintu depan, matanya ia arahkan ke celah pintu untuk melihat keadaan di luar.

Manik mata berwarna biru itu menangkap sosok bayangan yang melintas di depan rumahnya. 'Sepertinya akan ada bahaya.' Berpikir ini adalah suatu ancaman, Haomeng segera membangunkan Kaynel.

Kaynel yang masih mengantuk itu terpaksa membuka matanya. "Kenapa paman membangunkanku—" perkataan Kaynel terhenti saat Haomeng mengisyaratkan untuk diam.

Haomeng menarik tangan Kaynel untuk segera pergi dari sana. Namun aksi mereka terhenti karena pintu depan sudah di dobrak.

DUSH! DUAK! BRAAK!!

Kaynel terkejut saat melihat sekumpulan orang menyerbu masuk. Haomeng pun lantas menarik Kaynel untuk kabur melalui jalan belakang.

Mereka berdua berlari menuju ke sebuah goa. Dari arah belakang mereka ternyata sudah diikuti oleh musuh yang terus mengejar mereka berdua. Bahkan sesekali sebuah tombak melesat melewati Haomeng dan Kaynel, beruntung saja tidak sampai mengenai mereka.

Hingga mereka tiba di mulut goa. Haomeng memegang kedua bahu Kaynel sambil sesekali melihat musuh dari jauh.

"Dengar, Kayn. Pergilah ikuti goa ini, ini jalan keluar untuk dirimu bisa selamat." Ucap Haomeng, sorot mata biru yang selalu membawa ketenangan itu menatap manik mata merah milik Kaynel.

"T-tapi bagaimana dengan paman? Kita pergi dari sini bersama!" Suaranya terdengar bergetar, ia tidak ingin pergi sendirian.

Haomeng melihat ke arah musuh yang sudah semakin dekat. "Paman akan mengulur waktu, jika sudah saatnya barulah paman akan menyusulmu."

Kaynel yang ragu tetap dipaksa Haomeng untuk pergi. Mau tidak mau Kaynel segera berlari memasuki goa itu. Dan saat ia melihat kebelakang, dia malah menyaksikan sebuah tombak panjang menembus tubuh Haomeng dari belakang.

"TIDAK! PAMAN!"

▬▬ι═══════ﺤ

"HUH!?"

Kaynel terbangun seketika. Nafasnya tidak beraturan. Dengan perlahan ia bangun dari posisi tidurnya, ia memegang kepalanya yang terasa sakit serta merasakan sebuah cairan yang mengalir hingga ke pipinya.

"Ugh… dimana ini…"

Kaynel mencoba mengingat kembali apa yang sudah terjadi. Saat matanya melihat sekeliling, ia mendapati sebuah kapal angkasa yang menghantam tanah.

Barulah ia ingat kejadian bagaimana ia bisa terdampar disini.

▬▬ι═══════ﺤ

Kaynel yang menyaksikan hal itu lantas berteriak. "MENJAUHLAH DARI PAMAN!"

Namun tentu saja mereka semua tidak ada yang memperdulikan teriakan Kaynel. Salah seorang musuh menghampiri Haomeng yang ternyata masih berusaha bertahan. Orang itu menginjak punggung Haomeng lalu dengan santainya menarik kembali tombak yang tertancap di tubuh Haomeng.

"AKHH!—" suara rintihan keras keluar dari mulut Haomeng.

Kaynel menggenggam erat tangannya, matanya yang merah itu menyala dengan sorot mata yang tajam.

"AKU BILANG MENJAUHLAH!"

Secara mengejutkan sebuah dinding berwarna ungu transparan muncul dan mendorong para musuh hingga terpental jauh.

Haomeng terkejut, bahkan Kaynel juga ikut terkejut. Namun dengan cepat Kaynel berlari dan berusaha untuk membantu Haomeng untuk berjalan, walau ia kesusahan dikarenakan tubuh Haomeng yang berat.

Hingga sampailah mereka di dalam goa yang cukup luas. Ternyata di dalam goa tersebut ada sebuah kapal angkasa. Itu adalah kapal angkasa milik orang yang mengantarkan Kaynel kesini, dan diperbaiki oleh Haomeng walau ia tidak terlalu yakin mesinnya akan menyala.

Kaynel sejenak menatap kapal angkasa itu. "Kapal angkasa milik siapa ini, paman?"

"Tidak ada waktunya untuk paman jelaskan, kita harus masuk dan menyalakan mesin kapalnya sebelum mereka semua sampai."

Kaynel mengangguk paham. Ia kembali membopong Haomeng mendekati kapal angkasa itu. Tombol pintu pun ditekan dan mereka berdua memasuki kapal tersebut.

Kapal angkasa itu terbilang cukup kecil, hanya mampu mengangkut dua orang saja. Kaynel meletakkan Haomeng dengan perlahan. Saat Haomeng mencoba menyalakan kapal itu, para sekumpulan musuh tadi pun menyerbu masuk.

"Kaynel, apakah kamu bisa mengeluarkan dinding yang sama seperti tadi? Untuk bisa mencegah mereka semua sementara paman menyalakan mesin kapal." Ucap Haomeng.

Kaynel sempat ragu karena ia tidak tahu bagaimana cara mengeluarkan dinding ungu transparan tadi. Namun ia tetap berusaha untuk mengulur waktu.

Kaynel pun keluar dari kapal dan mencoba memfokuskan dirinya, kedua tangannya ia angkat kedepan. Secara mengejutkan muncul cahaya berwarna ungu dari telapak tangan Kaynel, dan seketika itu juga dinding yang sama pun muncul hingga menahan sebagian pasukan musuh mendekat. Namun masih ada sisa pasukan lain yang berhasil lolos.

Kini Kaynel kembali memfokuskan dirinya dan hanya memikirkan satu senjata saja, yaitu pedang. Ternyata cara itu benar-benar bisa membuat sebuah pedang ungu bercahaya.

Kaynel yang menyadari ia memiliki kekuatan pun tersenyum lebar, dengan kemampuan berpedang yang ia asah berhari-hari pun ia gunakan saat ini juga.

Semua pasukan tumbang, menyisakan pasukan yang masih tertahan oleh dinding. Kaynel memperhatikan dinding itu yang semakin lama semakin memudar, sepertinya kekuatannya di batasi oleh waktu.

Sebelum dinding itu hilang, Kaynel dengan cepat memasuki kapal angkasa kembali. Ternyata sedari tadi Haomeng belum bisa menyalakan mesin kapal.

Akan tetapi, saat Kaynel memegang kemudi kapal, tiba-tiba saja mesin kapal tersebut sudah menyala.

"Sepertinya kamu yang harus mengendalikan kapal ini." Ujar Haomeng yang sudah berdiri dan berjalan ke belakang, ia menyandarkan tubuhnya ke dinding kapal tepat di samping pintu keluar.

"Tapi Kayn belum tau cara ngendaliinnya." Kaynel melihat berbagai macam tombol yang menyala.

"Anggap saja kapal angkasa ini adalah tubuhmu, fokuskan pikiranmu pada satu titik." Jelas Haomeng.

Kaynel menurut, ia perlahan memejamkan matanya. Sebuah cahaya ungu kembali muncul di telapak tangan Kaynel. Kapal tersebut tiba-tiba bergetar, tak lama kemudian Kaynel merasakan kapal tersebut terangkat.

Kaynel membuka matanya perlahan, dan benar saja. Kapal itu kini sudah melayang, dengan begitu Kaynel segera membawa kapal angkasa itu keluar lewat jalur atas yang memang berlubang.

Kapal itu pun melesat dengan cepat meninggalkan planet Wrazhen.

"Yey! Paman! Akhirnya kita bisa pergi dari sana!"

Saat Kaynel membalikkan badannya, ia baru menyadari Haomeng tidak berada di tempatnya. Kaynel sempat panik karena berpikir bahwa Haomeng terjatuh saat kapalnya terangkat.

Namun disana Kaynel menemukan dua surat serta liontin perak. Kaynel menggapai salah satu surat dan mulai membacanya. Ternyata itu adalah surat yang ditulis oleh Haomeng sendiri.

'Pergilah, kamu layak mendapatkan kebahagiaan dan pergi dari planet yang kejam ini, gunakanlah kemampuan yang kamu latih selama ini untuk melindungi dirimu sendiri atau orang yang kamu sayangi.' – Haomeng.

Air mata mengalir deras saat Kaynel membaca isi suratnya. Di karenakan ia tidak fokus kedepan, kapalnya itu pun menghantam sebuah asteroid hingga membuat kapalnya lepas kendali.

Kaynel berusaha untuk mencoba mengendalikan kapalnya lagi, namun sia-sia saja. Kapalnya terlempar hingga memasuki atmosfer planet yang sama persis dengan Bumi.

▬▬ι═══════ﺤ

Kaynel meletakkan telapak tangannya di dinding kapal, mengusapnya pelan. Air mata kembali mengalir saat ia mengingat kejadian itu. Ia kembali memasuki kapal angkasanya hanya sekedar mengambil surat serta liontin yang ditinggalkan oleh Haomeng.

Saat Kaynel akan keluar dari sana. Ia terkejut karena di depan pintu kapal sudah berdiri dua sosok. Kaynel dengan reflek memunculkan pedang hologram nya dan menodongkannya kepada dua sosok itu.

Sosok perempuan pun berdiri di hadapan sosok laki-laki di belakangnya. Kaynel masih menggenggam erat pedangnya, takut jika kedua sosok di depannya itu adalah musuh.

"Siapa kalian!?" Seru Kaynel.

Lalu sosok laki-laki yang sempat dilindungi oleh sosok perempuan itu berjalan kedepan. Surai nya yang berwarna hitam dengan helaian putih serta kedua manik mata yang senada, sosok itu memberikan senyuman lembut.

"Jangan takut. Kami bukan musuh." Kata sosok laki-laki itu.

Kaynel masih tidak percaya, ia masih menodongkan pedangnya.

Kemudian laki-laki itu kembali berucap. "Kalau begitu saya perkenalkan diri. Saya adalah Rhino dan yang dibelakang saya adalah Maula. Kami disini datang dengan damai." ucap Rhino memperkenalkan dirinya.

Kaynel pun akhirnya menurunkan pedangnya, seketika itu juga pedang miliknya pun menghilang. "Maaf… nama ku Kaynel." Kaynel menundukkan kepalanya, ia hanya menatap kakinya saja.

Rhino kembali tersenyum. "Sepertinya kamu memiliki kekuatan khusus? Bagaimana jika kamu bergabung bersama kami, kebetulan kami sedang membutuhkan anggota."

Kaynel mengangkat kepalanya, menatap Rhino yang tersenyum namun matanya terlihat mati. "Aku… aku tidak yakin…" Kaynel kembali menundukkan kepalanya.

"Kemampuanmu sangat dibutuhkan untuk membantu kami agar bisa menyelamatkan banyak nyawa di alam semesta," Rhino terdiam sejenak sambil mengamati Kaynel sebelum ia melanjutkan perkataannya. "Bagaimana? Apakah kamu bersedia?"

Kaynel menggenggam erat tangannya, hingga ia teringat pesan dari pamannya, Haomeng. Kaynel menghela nafas perlahan, ia menatap Rhino kemudian mengangguk. "Baiklah kalau begitu, aku bersedia."